Pukul 16, aku bertemu dengan 3 keluarga lainnya. Hujan reda. Perjalanan syahdu pun dimulai, menyusuri jalan-jalan (yang jujur saja) tidak pernah kulalui bahkan tidak terbayang akan melihat lebih dekat sisi lain kota ini bersama R dan teman-teman lainnya.
Belum separuh perjalanan, hujan kembali menyapa. Kali ini tidak hanya rintik-rintik tetapi juga belum terlalu deras. Ada sebuah warung kecil, kami meneduh sejenak. Hatiku tersentuh saat Ibu pemilik warung mempersilahkan masuk lebih dalam dengan membuka sebagian pagarnya. Tetapi kami memilih untuk melanjutkan perjalanan. R memakai sendiri jas hujan merahnya, serta dengan bahagia melintasi jalanan yang penuh genangan air. Tangan menari diudara, gelak tawa dan nyanyian riang tiga bocah hebat ini menambah keyakinan bahwa mereka yang membersamai kita dalam perjalanan merupakan sosok yang akan memberi banyak arti.
Kami sempat tersesat! Iya, tersesat. Dan aku mulai menyukai perjalanan dengan konsep menyesatkan diri. Berjalan mengikuti kemana kaki melangkah seperti mencari jalan baru dan berakhir dengan tawa jika memang betul-betul tersesat ataupun berhasil menembus jalan yang kita kenali. Seperti tetiba mengenali belokan yang sering dilewati bersama R menuju sekolah sebagai jalan alternatif. Iya, aku baru tahu ada jalan kecil yang menembus dari sukamulya menuju kawasan karang tineng atau betapa menggodanya wangi jajanan di sepanjang jalan pasar sederhana (bisa juga karena perut mulai protes). Namun segera lupa teralihkan oleh ramainya teras cihampelas (skywalk) dan terbayang hangatnya sepiring nasi goreng Gelap Nyawang.
Tak hanya itu, perjalanan ini juga membawa pengalaman baru bagi R yang sering bertanya-tanya ada apa dibawah jalan layang yang sering kami lewati untuk mempersingkat waktu, terjawab sudah! Bagi aku pun berjalan kaki melewati gang dan melihat derasnya alir sungai dikala hujan mengingatkan kembali tentang masa kecil dulu. Bahagia rasanya bisa berbagi kesenangan seperti ini dengan R, apalagi mendengar ia berkomentar “ini nih yang aku tunggu-tunggu, jalan bareng-bareng di malam hari”, tepat saat matahari tergelincir, digantikan lampu-lampu jalan dan rumah yang menyala serentak.
Terima kasih teman-teman klab Aleut untuk perjalanan syahdu di hari itu, terutama untuk teman-teman kecil-ku, Azwa, Bellva dan R yang turut mewarnai sore itu. Perjalanan singkat ini ditutup dengan makan dan mengobrol bersama, sampai lupa dengan tubuh-tubuh kami yang basah terguyur hujan, hangatnya hati berhasil mengusir gigil dan kuharap bisa kembali bergabung dalam perjalanan yang lain. Setidaknya untuk mengisi batre hati bagiku dan menambah kenangan manis bagi R, yang akan terus ia bawa sampai besar nanti. (160219)
📸 : Irfan